Senin, 03 Maret 2014

TUGAS 1 BAHASA INDONESIA

PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
. Proses inilah yang disebut menalar.Penalaran terbagi menjadi dua yaitu :
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum

Contoh : Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status social.

Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta – fakta yang bersifat khusus
Contoh :Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)

PROPOSISI
Proposi adalah Bentuk pemikiran kedua yang merupakan pengembangan dari konsep atau pengertian adalah proposisi. Pada saat terjadinya observasi empirik, di dalam pikiran tidak hanya terbentuk pengertian saja tetapi juga terjadi perangkaian dari term – term itu. Tidak pernah ada pengertian yang berdiri sendiri dalam pikiran. Rangkaian pengertian itulah yang disebut dengan proposisi.
Proposisi dibagi menjadi 4 jenis/aspek :
1. Bentuk: Tunggal dan jamak.
Proposisi tunggal adalah proposisi yang memiliki satu subjek dan satu predikat.
Contoh:
Proposisi majemuk adalah proposisi yang memiliki satu subjek dan lebih dari satu predikat.
Contoh:
- Agnes monica bernyanyi dan menari
Sifat: kategorial dan kondisional.
2.Proposisi kategorial adalah proposisi dimana hubungan antara subjek dan predikatnya tidak mempunyai syarat apapun.
Contoh:
- Semua bayi menangis di malam hari
- Setiap rumah memiliki atap
Proposisi kondisional dibagi menjadi 2 yaitu:
Proposisi hipotesis adalah proposisi dimana hubungan antara subjek dan predikat membutuhkan syarat tertentu.
Contoh:
- Jika lampu menyala, ruangan terlihat terang
Proposisi disjungtif adalah proposisi dimana hubungan antara subjek dan predikat tidak membutuhkan syarat tertentu.
Contoh:
- Kursi itu berwarna coklat atau hitam
3. Kualitas: Afirmatif/positif dan negative.
Proposisi afirmatif adalah proposisi dimana predikatnya mendukung atau membenarkan subjeknya.
Contoh:
- Semua sepatu dipakai di kaki
- Semua ayam betina berkotek
Proposisi negative adalah proposisi dimanan predikatnya menolak atau tidak mendukung subjeknya.
Contoh:
- Tidak ada satupun laki-laki yang memakai rok
4. Kuantitas: Universal dan spesifik/khusus.
Proposisi universal adalah proposisi dimana predikatnya mendukung atau mengingkari semua.
Contoh:
- Tidak ada satupun kipas angin yang tidak mengeluarkan angin.

http://dezhi-myblogger.blogspot.com/2012/03/pengertian-istilah-istilah-proposisi.html
 

Inferensi dan Implikasi
Tiap proposisi dapat mencerminkan dua macam kemungkinan. Pertama, ia merupakan ucapan-ucapan pada faktual sebagai akibat dari pengalaman atau pengetahuan seseorang mengenai sesuatu hal. Kedua, proposisi dapat juga merupakan pendapat, atau kesimpulan seseorang mengenai sesuatu hal. Kalimat-kalimat seperti “Tadi terjadi sebuah tabrakan di depan Universitas” merupakan sebuah proposisi yang bersifat pernyataan actual, yaitu sebuah pernyataan yang menyangkut fakta atau peristiwa yang dialami oleh seseorang.
Dengan ilustrasi sebagai yang dikemukakan di atas, baik ucapan faktual maupun sebuah pendapat atau kesimpulan, keduanya merupakan proposisi, karena keduanya dapat dibuktikan kebenarannya atau kemustahilannya.
Kata inferensi berasal dari kata Latin, inferred yang berarti menarik kesimpulan. Kata implikasi juga berasal dari bahassa Latin, yaitu dari kata impilcare yang berarti melibat atau merangkum. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya, kata inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang ada. Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Banyak dari kesimpulan sebagai hasil dari proses berpikir yang logis harus disusun dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang tercakup dalam evidensi (=implikasi), dan kesimpulan yang masuk akal berdasarkan implikasi (=inferensi).
Contoh inferensi
Inkoherensi: tidak ada definisi inferensi deduktif telah ditawarkan. definisi yang ditawarkan adalah untuk inferensi INDUKTIF.


Wujud Evidensi
Evidensi merupakan semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.
Sebuah evidensi baru dapat diandalkan kebenarannya setelah melalui pengujian sebagai berikut:
(a) Fakta adalah sesuatu yang terjadi atau sesuatu yang ada variasinya, fakta-fakta yang digunakan mungkin sama, tetapi evidensinya bisa lain; (b) Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi, perlu diadakan peninjauan atau observasi singkat terhadap fakta-fakta tersebut.
(b) Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi
(c) Kalau pun sukar dilaksanakan, dapat juga melalui kesaksian-kesaksian, baik saksi biasa maupun saksi ahli (autoritas)
Sesat Nalar (Fallacy)
Penggunaan kata ‘sesat’ dalam‘sesat nalar’ agak berbeda dengan kata ‘salah’, karena hasil yang diperoleh bukan akibat kesalahan penalarannya sebagai suatu konsep, melainkan karena kesesatan akibat tidak lurusnya proses penarikan, kesimpulan berdasarkan aturan logika. Sesat nalar adalah gagasan perkiraan kepercayaan atau kesimpulan yang sesat atau salah.
Ada beberapa jenis sesat nalar yang dapat kita saksikan dalam karangan, yaitu :
Deduksi yang Salah
Sesat nalar yang sangat umum terjadi, ialah kesimpulan yang salah dalam silogisme (silogisme semu) yang berpremis salah atau tidak mematuhi aturan logika.
Contoh :
- Tiko bukan dosen yang baik, karena mahasiswa yang tidak lulus mata kuliah yang diampunya lebih dari 20%.
Generalisasi yang Salah
Sesat nalar jenis ini disebut juga induksi yang salah, karena secara jumlah (kuantitatif), jumlah percontohnya (sample) tidak memadai (ingat : kadang-kadang percontoh yang terbatas memungkinkan generalisasi yang tidak sahih.
Contoh :
- Bangsa Indonesia itu bangsa tempe
- Orang China penjajah ekonomi
Dalam kedua contoh diatas perlu diberikan perwatasan misalnya : beberapa, banyak, sebagian kecil, sebagian besar dan sebagainya.
Pemikiran atau ini, atau itu
Sesat nalar jenis ini berpangkal pada keinginan untuk melihat masalah yang rumit dari sudut pandangan (yang bertantangan) saja. Isi peryataan ini jika tidak baik, tentu buruk; jika tidak benar tentu salahh;jika tidak ini tentu itu.
Contoh:
Jika senang, masuklah; tetapi jika tidak senang keluarlah dari Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Salah nilai atau Penyebab
Generalisasi induksi sering disusun berdasarkan pengantar terhadap hukum kausal (sebab akibat). Salah nilai atas penyebaran yang sangat biasa terjadi ialah sesat nalar yang disebut ‘post hoc, ergo propter hoc’, sesudah itu, ‘ maka karena itu’.
Contoh:
- Tersangka meninggal dalam tahanan; maka ia mati karena ditahan.
Salah tafsir sering juga mendasari salah nilai atas penyebaban.Misalnya dalan tahayul.
Contoh:
- Pedagang muda itu selalu sakses usahanya sebab sebelum bekerja ia selalu mencium telapak kaki ibunya.
Analogi yang Salah
Analogi ialah usaha pembanding dan merupakan upaya yang berguna untuk mengembangkan perenggan.Namuun, analigi tidak membuktikan apa-apa dan analogi yang salah dapat menyelesaikan, karena logikanya yang salah.
Contoh:
- Rektor harus bertindak seperti seorang jendral, menguasai anak buahnya agar disiplin dipatuhi.
Penyampaian Masalah
Sesat nalar jenis ini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok masalahnya; atau jika kita menukar pokok masalah dengan pokok lain; atau jika kita menyeleweng dari garis yang telah ditentukan dalam kerangka pokok masalahnya.
Contoh :
- KB tidak perlu, karena masih banyah daerah di Indonesia yang masih sangat sedikit penduduknya
Pembenaraan Masalah Lewat Pokok Sampingan
Sesat nalar di sini muncul jika argumentasi menggunakan okok yang tidak langsung berkaitan atau yang remeh untuk membenarkan pendiriannya.
Contoh :
- Orang boleh melanggar lalu lintas, sesab polisi lalu lintas juga sering melanggarnya.
Argumentasi ‘ad homonim’
Sesat nalar jeniis ini terjadii jika dalam berargumentasi kita melawan orangnya, bukan masalahnya.Khusus di bidangg politik argumentasi ini banyak dipakai.
Contoh :
- Pelarangan beredar terhadap buku tertentu (meskipun isinya baik) karena pengarangnya bekas pencuri atau narapidana.
Himbauan pada Wibawa dan Keahlian yang Patut Disaksikan
Dalam pembahasan masalah, oarang sering berlindung pada wibawa orang lain, pejabat, atau kalangan ahli saat menyampaiakan dan menggungkapkan argumentasinya.
Contoh :
- Saya telah mendapat petunjuk dari seseorang insinyur, yang kini menjadi menteri kebudayaan, bahwa ekonomi dunia kini berada di persimpangan jalan.
Non- Requisite
Sesat nalar jenis ini, dalam argumenttasi mengambil kesimpulan bedasarkan premis yang tidak ada relevansinya.
Contoh :
- Kampus merupakan tempat berkumpulnya para cendekiawan; karena itu, di dalamnya tidak mungkin ada kebodohan.
 

Cara Menguji Fakta
    Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.
Contoh :Saya pergi ke pasar untuk membeli ikan. Pada hari itu saya sedang sakit parah karena masuk angin. Contoh diatas terdiri dari 2 pernyataan "Saya pergi ke pasar untuk membeli ikan" dan juga "Pada hari itu saya sedang sakit parah karena masuk angin". Dalam contoh itu dapat langsung kita pahami bahwa informasi yang kedua melemahkan informasi yang pertama. Ini membuat penerima informasi menjadi ragu bahwa ini sebuah fakta.
 
    Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat diterima, ia harus meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca setuju atau menerima fakta-fakta dan jalan pikiran yang menemukakannya, maka secara konsekuen pula pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.
Contoh yang sangat sederhana ketika seseorang mengaku bertemu dengan monster atau makhluk luar angkasa akan sangat sulis sekali untuk dipercaya sebagai suatu fakta. Sebaliknya apabila ada informasi seperti ini "Terjadi pembunuhan di kebun teh kemarin malam" informasi ini tentu bisa lebih diterima. Oleh karena itu ada baiknya jika ingin menyampaikan suatu fakta disertai oleh contoh nyata pengalaman yang dialami masyarakat umum.
 

Cara Menilai Autoritas
a. Tidak Mengandung Prasangka
dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.

b. Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya tadi.
Walaupun jaman kita ini sudah begitu condong atau cenderung dengan berbagai macam spesifikasi, namun kita tidak boleh mengabaikan keahlian seseorang dalam beberapa macam bidang tertentu.

c. Kemashuran dan Prestise
faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di balik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi terkenal karena prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala bidang. Seorang yang menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas berturut-turut  dalam pertandingan lomba lari jarak lima ribu meter, diminta pendapatnya tentang cara-cara pemberantasan korupsi.

d. Koherensi dengan Kemajuan
hal keempat yang perlu diperhatikan penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan dan pendapat terakhir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terakhir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukannya atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk memberi evaluasi yang tepat terhadap autoritas yang dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas, gelar, kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas tersebut.
Untuk memperlihatkan bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada satu autoritas.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar